Batubara
Oleh :
Doddy Setia Graha
Alamat :
Jl. Tb Suwandi Ciracas
Mahar Regency E No. 6, Ciracas, Serang,
BANTEN, 42116
HP 0817799567
SARI
Batubara adalah salah satu bahan bakar dari
fosil merupakan sumber
utama dunia energi. Batubara merupakan sumber energi yang sangat kompleks dan
beragam yang dapat sangat bervariasi, bahkan dalam deposit yang sama. Pengertian
umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,
utamanya berupa sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit,
bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut. Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti
C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS
untuk antrasit.
Pada umumnya pembentukan batubara di Indonesia
terdapat pada Zaman Tersier (70-13 jtl). Berdasarkan umur tersebut dapat
dipisahkan menjadi dua, yaitu :
¨ Batubara Paleogen yang diendapkan sekitar 24 - 45 juta tahun
yang lalu terdiri atas sub bituminous, bituminous dengan nilai kalori antara
6000 - 7000 Kcal/kg.
¨ Batubara Neogen pada 5 - 23 juta tahun yang lalu terdiri
atas sub bituminous dan lignit dengan nilai kalori berkisar antara 4000 - 5000
Kcal/Kg.
Neraca batubara Indonesia menunjukan sumber daya batubara
Indonesia tahun 2005 adalah sebesar 64.480 milyar ton.
Batubara umumnya digunakan sebagai bahan bakar baik untuk
angkutan seperti kereta api dan kapal laut, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), industri dan rumah tangga.
1. Asal
Mula Jadi
Batubara adalah salah satu bahan bakar dari fosil merupakan salah satu sumber utama
dunia energi. Batubara merupakan sumber energi yang sangat kompleks dan beragam
yang dapat sangat bervariasi, bahkan dalam deposit yang sama.
Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat
terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya berupa sisa-sisa tumbuhan
dan terbentuk melalui proses
pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara
juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang
kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisa unsur memberikan rumus
formula empiris seperti C137H97O9NS untuk
bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik
yaitu tumbuh-tumbuhan. Dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan cepat
tertimbun oleh suatu lapisan yang tebal di atasnya sehingga tidak memungkinkan
untuk terjadinya pelapukan. Lingkungan terbentuknya batubara adalah khusus
sekali, dan harus memiliki banyak sekali tumbuhan sehingga kalau tumbuhan itu
mati atau tumbang tertumpuk menjadi satu di tempat tersebut. Batubara merupakan
hasil sedimentasi sisa tanaman air dan daratan yang terpendam di dalam tanah.
Akumulasi bisa terjadi setempat atau dari daerah sekitarnya yang diangkut atau
dihanyutkan oleh air sungai yang makin lama makin tebal.
Perubahan keadaan geologi mengakibatkan adanya
penimbunan oleh pasir dan tanah liat. Proses tersebut berulang kali terjadi
sehingga terbentuk lapisan sisa tanaman yang diselang-seling oleh lapisan pasir
dan tanah liat. Penimbunan di atas lapisan sisa tanaman yang terbentuk ditutupi
lagi oleh lapaisan lain yang cukup tebal maka akan terjadi tekanan pada lapisan
sisa tanaman. Dengan perjalanan waktu lapisan itu semangkin kompak dan padu.
Proses tektonik yang menghasilkan gerakan-gerakan tertentu serta intrusi batuan
beku akan terjadi perubahan fisik dan kimia pada lapisan sisa tanaman yang terpendam tersebut diantaranya
perpadatan, kadar air menjadi berkurang serta terjadinya gas-gas yang kemudian
diserap ke dalam lapisan penutup. Lapisan sisa tanaman secara perlahan berubah
menjadi batubara.
Perubahan keadaan terhadap lapisan sisa tanaman
seperti intensitas tekanan, pemanasan, gangguan-gangguan serta waktu yang diperlukan sangat menentukan
terjadinya perubahan lapisan tersebut menjadi batubara. Klasifikasi batubara
dapat dibagi menjadi peat, lignit, browncoal, bituminous coal, antrasit dan
grafit. Untuk mengetahui kualitas batubara
sangat ditentukan oleh jenis tanaman dan jumlah bahan pengotornya.
Proses perubahan
sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara disebut dengan istilah pembatubaraan
(coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:
a.
Tahap Diagenetik atau Biokimia
Dimulai pada saat material tanaman terdeposisi
hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini
adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan
proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk
gambut.
b.
Tahap Malihan atau Geokimia
Meliputi proses perubahan di mulai dari lignit
menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada
iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa
diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah
rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini
terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat
masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batubara yang berkadar abu dan
sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batubara
Miosen. Sebaliknya, endapan batubara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu
dan sulfur tinggi. Ke dua umur endapan batubara ini terbentuk pada lingkungan
lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut
yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.
2.
Kelas dan Jenis
Berdasarkan tingkat proses
pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu. Klasifikasi batubara
ditentukan oleh beberapa sifat fisik dan kimianya, yaitu : Kadar air total (%ar),
Kadar air inheren (%ad), Kadar abu (%ad), Zat terbang (%ad), Belerang (%ad),
dan Nilai energi (kkal/kg)(ad).
Batubara umumnya dibagi dalam lima
kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut. Jenis material
tersebut memiliki sifat fisik sebagai berikut :
a.
Antrasit adalah
kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)
metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%.
b.
Bituminus mengandung
68 - 86% unsur karbon (C) dan
berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang
di Australia.
c.
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air,
dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan
bituminus.
d.
Lignit atau
batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75%
dari beratnya.
e.
Gambut,
berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling
rendah.
3.
Sumber Daya
Di Indonesia, batubara merupakan bahan bakar utama
selain solar (diesel fuel)
yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batubara
jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar
Rp 0,74/kilokalori sedangkan batubara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan
harga solar industri Rp.
6.200/liter).
Dari segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil
terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar
ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga
ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara
dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori
lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan
CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang
memberi nilai tambah tinggi.
Batubara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih
bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan
petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan
dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan)
dan gasifikasi (penyubliman)
batubara.
Membakar batubara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan
teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi
pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed
grate, chain grate, fluidized bed, pulverized,
dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.
4. Umur
dan Keterdapatan
Pembentukan batubara
memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu
sepanjang sejarah geologi di bumi ini. Pada belahan bumi di luar Indonesia di
mulai Zaman Karbon, kira-kira 340 juta
tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batubara yang paling
produktif dimana hampir seluruh deposit batubara (black coal) yang
ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman
Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batubara yang
ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung
terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.
Pada umumnya pembentukan batubara di Indonesia terdapat
pada Zaman Tersier (70-13 jtl). Berdasarkan umur tersebut dapat dipisahkan menjadi
dua, yaitu :
¨
Batubara
Paleogen yang diendapkan sekitar 24 - 45 juta tahun yang lalu terdiri atas sub
bituminous, bituminous dengan nilai kalori antara 6000 - 7000 Kcal/kg.
¨
Batubara
Neogen pada 5 - 23 juta tahun yang lalu terdiri atas sub bituminous dan lignit
dengan nilai kalori berkisar antara 4000 - 5000 Kcal/Kg.
5. Penambangan
Tahapan
penambangan batubara dapat diawali dengan melakukan penyelidikan seperti
pemetaan geologi untuk mengetahui keadaan serta kondisi lapisan yang mengandung
batubara melalui singkapan batubara yang nampak. Pada singkapan tersebut
dicatat kemiringan, arah dan tebalnya lapisan batubara juga lapisan lainnya
untuk mengetahui nama batuan dan formasinya. Gejala geologi yang mempengaruhi
diselidiki pula antara lain sesar, patahan, lipatan dan intrusi yang mungkin
nampak. Besarnya cadangan yang ada dapat dilakukan dengan menggunakan pemboran
di beberapa titik yang sudah diperkirakan.
Apabila
secara ekonomis menguntungkan maka usaha pertambangan dapat dilakukan
berdasarkan sekala ekonomisnya. Cara penambangan dapat dilakukan dengan cara
penambangan terbuka atau cara penambangan dalam. Hal tersebut sangat tergantung
dari bentuk dan lokasi penyebaran lapisan batubara. Penambangan terbuka, usaha
pertama yang dilakukan adalah membuka lapisan tanah yang menjadi pentup. Tanah
ini dikupas dahulu dengan menggunakan alat bulldozer, power showel atau dragline.
Sedangkan penambangan dalam dengan cara membuat sumuran atau terowongan dengan
mengikuti penyebaran dan arah dari lapisan batubara. Kedalaman dari tambangan
tertutup sangat tergantung dari penelusuran dari lapisan batubara tersebut.
Neraca batubara Indonesia menunjukan sumber daya batubara
Indonesia tahun 2005 adalah sebesar 64.480 milyar ton yang terdiri
dari
¨
Kalori rendah <5100 kal/gr, adb 15.677,62 juta ton
(24,32%)
¨
Kalori sedang 5100 – 6100 kal/gr, adb 37.550,12 juta
ton (58,23%)
¨
Kalori tinggi 6100 – 7100 kal/gr, adb 10.554,64 juta ton
(16,37 %)
¨
Kalori sangat tinggi >7100 kal/gr, adb 69.10 juta
ton (1,08%)
Cadangan
batubara Indonesia yang tercantum berdasarkan laporan beberapa perusahaan
pemegang ijin usaha PKP2B adalah sebesar 9.010,13 juta ton sedangkan
produksi batubara yang terdaftar dan tercatat sejak tahun 2005 sampai 2009 terlihat selalu meningkat setiap tahunnya (Tabel 1).
produksi batubara yang terdaftar dan tercatat sejak tahun 2005 sampai 2009 terlihat selalu meningkat setiap tahunnya (Tabel 1).
Tabel 1. Produksi jenis bahan tambang batubara, 2005-2009
Jenis
|
Satuan
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
Batubara
|
000 ton
|
149 665
|
162 295
|
178 790
|
188 717
|
208 006
|
6. Bagaimana
Membuat Batubara Bersih
Semua batubara
mengandung unsur sulfur (S), sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada
sedikit di batubara, pada beberapa batubara yang ditemukan unsur sulfur
berjumlah 3 sampai 10 % dari berat batubara. Beberapa batubara yang
ditemukan mengandung sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari
berat batubara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sebelum
mencapai cerobong asap.
Satu cara untuk
membersihkan batubara adalah dengan cara mudah memecah batubara ke bongkahan
yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil
di batubara disebut sebagai "pyritic sulfur" karena ini dikombinasikan
dengan besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's
gold” dapat dipisahkan dari batubara. Secara khusus pada proses satu kali,
bongkahan batubara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air , batubara
mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian
ini dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batubara
dari pengotor-pengotornya.
Tidak semua
sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batubara
adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur
ini disebut "organic sulfur" dan pencucian tak akan menghilangkannya.
Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur batubara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari
molekul batubara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal,
ilmuan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.
Agar batubara
mempunyai nilai jual yang lebih mahal, hasil tambang tersebut harus diolah
terlebih dahulu. Material batubara perlu dibersihkan, dipilih, dicuci dengan
air agar tanah dan kotoran yang melekat dapat dihilangkan. Setelah itu batubara
dikeringkan dan disortir berdasarkan jenisnya serta besarnya.
7. Kegunaan
Batubara
umumnya digunakan sebagai bahan bakar baik untuk angkutan seperti kereta api
dan kapal laut. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di berbagai daerah di
Indonesia. Berbagai jenis industri yang banyak tersebar di Kabupaten/Kota
menggunakan batubara sebagai sumber energi alternatifnya. Batubara pun telah
digunakan untuk sekala rumah tangga dan industri rumah tangga, material batubara
dirubah dalam bentuk kokas batubara serta dilengkapi dengan tungkunya sehingga
dapat dipergunakan untuk memasak.
Penggunaan batubara
sebagian besar dipakai untuk energi sekitar 78 % sedangkan sisanya dipakai
dalam menunjang industri logam seperti pig iron, baja, dan metalurgi. Selain
itu batubara juga digunakan sebagai material tambahan pada industri karet
sintetis, detergent, photografi, parfum, bahan peledak, obat-obatan dan masih
banyak lagi.
8.
Penyebaran
Potensi sumberdaya batubara di Indonesia sangat
melimpah (Tabel 2, 3, dan 4.) terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat
dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan
keekonomisannya, seperti di Banten, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Tabel
2. Lokasi Batubara
Provinsi
|
Lokasi
|
Riau
|
Desa Muara Silaya,
Desa Lubuk Agung
|
Sumatera Selatan
|
Tanjunglubuk
|
Sumatera Utara
|
P. Nias (Desa Alooa, S. Muzoi),
|
Banten
|
Bayah, Bojongmanik, Cileles, Cimarga,
Cihara, Darmasari, Bojong Manik, Cimandiri
|
Kalimantan Timur
|
Long
Daliq, Balikpapan, Desa
Belwen, Desa Longnah, Desa Gemarbaru, Simenggaris, Longiram, Mentawir,
Paser Penajam Utara
|
Kalimantan Selatan
|
Blok Tempirak, Blok Sebamban Pluran, Blok Satui
Kintap, Blok Rantau, Blok Sebamban
|
Sulawesi Barat
|
Bonehau, Karataun
|
Nusa Tenggara Timur
|
Wangka, Riung,
|
Maluku Utara
|
Wai'ipa, Fuata, Sahu, Tabona
|
Maluku
|
S. Kobi,
S. Ema
|
Papua
|
S. Stenkol, S. Musairo, Genyem, Onrof,
|
Papua Barat
|
Sorong
|
Sumber : Dari berbagai sumber
9.
Daftar
Acuan
Undang-Undang
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.
Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang
Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Peraturan
Pemerintah
Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah
Pertambangan.
Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara.
Keputusan
Presiden
Keputusan
Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Peraturan
Menteri
Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2008 tentang Tata Kerja Komisi
Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 24 Tahun 2009 tentang Panduan Penilaian
Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Buku, Majalah, Peta
Amarullah, A., Ibnu, D., Suhada D.I., 2006, Inventarisasi
Bitumen Padat Dengan A“Outcrop Drilling” Daerah Muara
Selaya, Provinsi Riau. Pusat
Sumber Daya Geologi, Bandung.
Asisten
Deputi Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan, 2007, Panduan Penilaian AMDAL atau
UKL/UPL untuk Kegiatan Pembangunan Perumahan, Kementerian Negara Lingkungan
Hidup.
Cahyono, E.B., 2005, Inventarisasi dan Evaluasi Endapan Bitumen
Padat Daerah Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Utara
Provinsi Lampung. Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Departemen Pertambangan dan
Energi, 1989, Buku Laporan Tahunan Pertambangan, Departemen Pertambangan dan
Energi.
Dinarna, T.A., 2004,
Inventarisasi Dan Evaluasi Endapan Batubara Kabupaten
Bengkulu Utara Dan Kabupaten Bengkulu Selatan Propinsi Bengkulu. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Direktoral
Jenderal Minyak dan Gas Bumi, 2001, Data dan Informasi Minyak dan Gas Bumi
2001, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Eneste, Pamusuk, 2009, Buku Pintar Penyuting Naskah, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fatimah, 2006, Survey Pendahuluan Bitumen
Padat Daerah Taba Penanjung Kabupaten
Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Graha, D.S., 1987, Batuan dan Mineral, PT. Nova, Bandung.
.........., 2011, Kisi Kisi
Pertambangan, Unpub.
Fatimah, Basuki S., Tobing, R.L., 2005, Kajian Zonasi Daerah Potensi
Batubara Untuk Tambang Dalam Provinsi Kalimantan Timur Bagian Utara. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Ibrahim, D., 2005, Survai Pendahuluan Batubara di Kabupaten Ngada,
Provinsi Nusa Tenggara Timur,
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
………., 2005, Survai Pendahuluan Bitumen Padat Daerah Bukit Susah Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi
Riau. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya
Mineral, Bandung.
Madjadipoera,
T., 1990, Bahan Galian Industri Indonesia, Direktorat Sumberdaya Mineral.
Rahardjo, M., 2007, Memahami AMDAL, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 144 H.
Sanusi,
B., 1984, Mengenal Hasil Tambang Indonesia, PT Bina Aksara, Jakarta.
….…..,
1991, Hasil Tambang, Minyak dan Gas Bumi Indonesia, UI.
Subarnas, A.,
Tobing, R.L., 2006, Inventarisasi Endapan Batubara di daerah Marginal
Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
……….., 2006,
Inventarisasi Endapan Batubara Di Kabupaten Nabire, Provinsi Papua. Pusat
Sumber Daya Geologi, Bandung.
Sukardi, 2002, Inventarisasi Batubara
Bersistim Di Daerah Tanjunglubuk Dan Sekitarnya Kabupaten Ogan Komeringilir Dan
Kabupaten Ogan Komeringulu, Propinsi Sumatera Selatan. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral,
Bandung.
Sumaatmadja, E.
R., 2005, Survey
Pendahuluan Batubara Daerah Longiram
dan Mentawir Kabupaten Kutai Barat dan Paser Penajam Utara Provinsi
Kalimantan Timur. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya
Mineral, Bandung.
..…….., 2006, Kajian Potensi Gas Methan Dalam Batubara Di Cekungan
Barito Provinsi Kalimantan Selatan.
Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
………., 2006,
Penyusunan Neraca Batubara dan Gambut. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Sumaatmadja, E.
R., Napitupulu, D., 2006, Inventarisasi
Endapan Batubara Marginal
Di Daerah Long Daliq, Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur.. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Di Daerah Long Daliq, Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur.. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Sumarna,
N., Kartasumantri, 2006, Inventarisasi Batubara Bersistem Di Daerah Mekarbaru Dan
Sekitarnya, Kec. Muara Ancalong dan Kec.
Busang Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur Provinsi
Kalimantan Timur. Pusat Sumber Daya
Geologi, Bandung.
Suryana, A., 2005, Inventarisasi Endapan Bitumen Padat dengan Outcrop
Drilling di Daerah Kulisusu dan Sekitarnya Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi
Tenggara. Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
….…..., 2006, Inventarisasi Endapan Bitumen Padat Dengan
Outcrop Drilling
Di Daerah Sungai Rumbia Dan Sekitarnya Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.
Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Di Daerah Sungai Rumbia Dan Sekitarnya Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.
Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Tarsis,
A. D., 2006, Inventarisasi Batubara Di Daerah Kabupaten Jayapura Provinsi
Papua. w Pusat Sumber
Daya Geologi, Bandung.
….…..., 2006, Inventarisasi Batubara Di Daerah Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Pusat Sumber Daya
Geologi, Bandung.
Tjahjono,
E., 2004, Survey Pendahuluan Bitumen
Padat di Daerah Sendangharjo Kabupaten Blora, Propinsi
Jawa Tengah. Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Tobing, S.M., 2004, Inventarisasi Bitumen Padat di Daerah Sampolawa,
Kabupaten Buton, Propinsi Sulawesi Tenggara. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
………., 2006,
Inventarisasi Kandungan Minyak Dalam Bitumen Padat Daerah Padanglawas,
Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatra Barat. Pusat Sumber Daya Geologi,
Bandung.
Triono, U., 2005, Inventarisasi Batubara Marginal di Daerah Simenggaris
Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Internet
http://www.aspindo-imsa.or.id/berita/Potensi dan Peluang
http://www.kepriprov.go.id
http://www.mii.org
pusatpanduan.com/pdf/konsep-pengelolaan-tambang-berbasis-lingkungan-htmmusi-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar