SIRTU (Pasir
Batu)
Oleh :
Doddy Setia Graha
Alamat :
Jl. Tb Suwandi Ciracas
Mahar Regency E No. 6, Ciracas, Serang,
BANTEN, 42116
HP 0817799567
SARI
Sirtu
adalah singkatan dari pasir batu. Sirtu terjadi karena akumulasi pasir dan batuan yang terendapkan
di daerah-daerah relatif rendah atau lembah. Sirtu biasanya merupakan bahan
yang belum terpadukan dan biasanya tersebar di daerah aliran sungai. Sirtu juga
bisa diambil dari satuan konglomerat atau breksi yang tersebar di daerah
daratan (daerah yang tinggi).
Sirtu berasal dari dua bagian yang yang berukuran besar merupakan
material dari batuan beku, metamorf dan sedimen. Sedangkan berukuran halus
terdiri pasir dan lempung. Seluruh material tersebut tererosi dari batuan
induknya bercampur menjadi satu dengan material halus. Kuatnya proses ubahan
atau pelapukan batuan dan jauhnya transportasi sehingga material batuan
berbentuk elip atau bulat dengan ukuran mulai kerikil sampai bongkah.
Penggunaan sirtu terbatas sebagai bahan bangunan terutama untuk
campuran beton, sedang penggalian sering dilakukan dengan secara tradisional
tanpa memperhatikan dampak lingkungan. Sirtu yang lepas sangat baik untuk bahan
pengeras jalan biasa maupun jalan tol, dan airport. Selain itu dapat pula
dipergunakan dalam campuran beton, aspal/hotmix, plester, bahan bangunan dan
tanah urug.
1.
Asal Mula jadi
Sirtu adalah singkatan dari pasir
batu, karena komposisi ukuran butir yang tidak seragam. Sirtu terjadi
karena akumulasi pasir dan batuan yang terendapkan di daerah-daerah relatif
rendah atau lembah. Sirtu yang terdapat di beberapa wilayah umumnya berasal
dari pasir dan batuan gunungapi, bersifat andesitik dan sering bercampur dengan
pasir batu apung.
Sirtu biasanya merupakan bahan
yang belum terpadukan dan biasanya tersebar di daerah aliran sungai. Sirtu juga
bisa diambil dari satuan konglomerat atau breksi yang tersebar di daerah
daratan (daerah yang tinggi).
Sirtu berasal dari dua bagian yang
yang berukuran besar merupakan material dari batuan beku, metamorf dan sedimen.
Sedangkan berukuran halus terdiri pasir dan lempung. Seluruh material tersebut
tererosi dari batuan induknya bercampur menjadi satu dengan material halus.
Kuatnya proses ubahan atau pelapukan batuan dan jauhnya transportasi sehingga
material batuan berbentuk elip atau bulat dengan ukuran mulai kerikil sampai
bongkah.
Biasanya sirtu diendapkan pada
lingkungan air seperti sungai, danau maupun laut dikenal dengan sebutan
aluvium. Kenampakan sirtu saat ini adalah sesuatu yang tidak padu antara
meterial batuan dengan halusnya. Bila endapan aluvium ini sudah terbentuk
dengan ketebalan dan penyebaran yang sangat luas, bersamaan dengan berjalannya
waktu dan proses geologi yang berkerja sehingga kenampakan batuan ini sudah
berada pada daerah ketinggian atau bukit. Nama sirtu pun beralih menjadi
konglomerat karena batuan tersebut sudah padu menjadi satu antara material
batuan dengan material halusnya.
2.
Nama
Sirtu merupakan singkatan dari
pasir diambil sir dan batu diambil tu sehingga singkatannya menjadi sirtu.
Istilah sirtu telah dikenal oleh orang teknik terutama yang berkecimpung dan
bidang fisik jalan maupun pembangunan gedung. Sirtu biasanya diambil dari
endapan sungai atau yang terdapat digunung tetapi materialnya sudah
berkomposisi seperti sirtu dari sungai.
3.
Sifat Fisik
Sirtu
a.
Agregat pasir
memenuhi persyaratan di bawah ini :
¨
Agregat pasir
harus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras dengan indikasi kekerasan £ 2,2. Butir-butir agregat halus harus bersifat kekal
¨
Agregat pasir
tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, seperti zat-zat yang
reaktif alkali
b.
Agregat lempung
memenuhi persyaratan di bawah ini :
¨
Agregat halus
tidak boleh mengandung bahan-bahan organis terlalu banyak
¨
Agregat halus
tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 % (ditentukan terhadap berat kering)
c.
Agregat
batuan memenuhi
persyaratan di bawah ini :
¨
Ukuran
maksimum, ft2 : 75 (ASTM C615-80)
¨
Densitas lbs/
ft2 :
(ASTM C-97)
- Rendah : 150
- Minimal diinginkan : 160
- Tinggi : 190
¨
Penyerapan
air % berat :
(ASTM C-121)
(ASTM C-97)
- Rendah : 0,02
- Minimal diinginkan : 0,40
¨
Kuat tekan,
ksi : (ASTM C-170)
- Minimal diinginkan : 90
- Tinggi : 52
¨
Kuat tarik,
ksi : (ASTM C-99)
- Minimal diinginkan : 1,5
- Tinggi : 5,5
¨
Modulus
elastisitas, ksi :
- Rendah : 2
- Tinggi : 10
¨
Ketahanan
Abrasi : tidak
diinginkan
(ASTM C-241)
Paduan antara material yang
besar-besar seperti material batuan dan material pasir serta material lempung.
Material batuan beku sangat baik untuk bahan pondasi bangunan ringan - sedang,
sedangkan material halus sangat baik untuk pengisi celah dan batuan bangunan.
4.
Kegunaan
Sampai saat ini penggunaan sirtu
terbatas sebagai bahan bangunan terutama untuk campuran beton, sedang
penggalian sering dilakukan dengan secara tradisional tanpa memperhatikan
dampak lingkungan. Sirtu yang lepas sangat baik untuk bahan pengeras jalan biasa
maupun jalan tol, dan airport. Selain itu dapat pula dipergunakan dalam
campuran beton, aspal/hotmix, plester, bahan bangunan dan tanah urug.
Sesuai dengan pemakaiannya serta
harus memenuhi persyaratan (Tabel 1. dan 2.) sebagai berikut :
¨
Untuk dipakai
sebagai agregat beton, sirtu harus bebas dari bahan-bahan organis,
kotoran-kotoran, lempung atau bahan lainnya merugikan mutu beton;
¨
Dalam
pemakaiannya untuk konstruksi jalan sirtu/agregat terbagi dalam 3 kelas (A,B
dan C) dengan persyaratan yang berbeda baik untuk di bawah lapisan dasar maupun
untuk lapisan dasar;
¨
Persyaratan
agregat untuk di bawah lapisan dasar adalah sepeti tercantum pada Tabel 1. dan
2.;
¨
Agregat untuk
lapisan dasar harus memenuhi persyaratan umum sebagai berikut:
-
Kekerasan
minimum 6
-
Kehilangan
berat dengan percobaan sodium sulfat, % maksimum 10
-
Kehilangan
berat dengan percobaan magnesium sulfate soundness test, % maks. 12
-
Kehilangan
berat akibat abrasi sesudah 100 putaran, % maksimum 10
-
Kehilangan
berat akibat abrasi sesudah 500 putaran, % maksimum 40
-
Partikel -
partikel tipis, memanjang, prosentase berat (partike lebih besar dari 1” dengan ketebalan kurang dari 1/5 panjang) ,
maks 5 %
-
Bagian-bagian
batu yang lunak, maksimum 5 %
-
Gumpalan-gumpalan
lempung % maksimum. 0,25 %
Tabel 1. Persyaratan Sirtu
Uraian Syarat-Syarat
|
Klas A
|
Klas B
|
Klas C
|
1. Prosentase berat yang lewat ayakan (ASTM) dalam (%)
3’’
2”
1 ½"
1”
3/4"
No. 4
No. 8
No. 10
No. 200
2. Keterangan pasir, min
3. Kehilangan berat akibat abrasi dari partikal yang tertinggal pada
ayakan.
ASTM
no. 12 (AASHOT
96), maks.
4. Campuran agregat
5. Index plastis, maks.
6. batas cair, maks.
|
100
-
60 – 90
46 – 78
40 – 70
13 – 45
6 – 36
-
0 – 10
25
40
batu pecah
kerikil
pecah
-
-
|
-
100
70 – 100
55 – 85
50 – 80
30 – 60
20 – 50
5 – 15
25
40
kerikil
pasir
batu pecah
lempung.
6
25
|
-
-
100
-
-
-
85 maks
15 maks
25
40
pasir
kerikil
-
-
|
Sumber : Standar : Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A (Sk
SNI-04-1989-F)
Tabel 2. Persyaratan Kelas
Tiap Agregat
Uraian
syarat-syarat
|
Klas A
|
Klas B
|
Klas C
|
1.
Prosentase berat yang lewat ayakan
standard dalam %
2 1/2”
2”
1 1/2"
1
3/4"
1/2"
3/8”
No. 4
No. 100
No. 200
2. Index plastis,maks.
3. sand equivalent, minimum
4. batas cair, maksimum
|
100
90 – 100
35 – 70
0 – 15
-
0 – 5
-
-
-
-
-
|
-
-
100
60 – 100
-
-
35 – 60
8 – 15
8
50
25
|
-
-
-
-
100
85 – 100
10 – 20
-
6
30
-
|
Sumber
: Standar : Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A (Sk SNI-04-1989-F)
5.
Penyebaran
Sirtu tersebar luas di wilayah
Indonesia, terutama di sekitar daerah aliran sungai dan pedataran. Daerah
penyebaran sirtu dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Lokasi keterdapatan sirtu di Indonesia
Provinsi
|
Lokasi
|
Sumatera Utara
|
S. Alasa. S. Bogali, S. Moi, S.
Oyo, S. Loou
|
DI. Aceh
|
Samadua, Sawang, Labuhan Haji
Barat, Kluet Utara, Pasie Raja, Kluet Selatan, Kluet Tengah, Kluet TimurDesa
Kampung Baru, Desa Sikoran, Desa Biskang, Desa Sianjo-anjo, Desa Lae Sipola,
Desa Lae Raso, Desa Kuala Makmur, Desa Luan Balu, Desa Lasingalu, Desa
Simpang Abail, Desa Suak Bulu, Desa Enao, Desa Lataling, Desa Labuan Bakti
|
Lampung
|
Way Seputih, Way Saru Balah, Way
Bambang, S. Semaka, Way Bandung, Way Laay/Menterang, Waigalih, Merbau,
Mataram Way Tenumbang, Way Pedada, Way Laay, Dusun Tembaka, Way Gedau, Way
Baturaja, Way Melesom, Way Kenda way, Desa Bambang, Way Malaya, Way Halami,
Sungai Manula, Way Mincang, Desa Putih Doh, Way Cangkanan, Way Semaka, Way
Semuong, Desa Siring Betah, Way Belu, Desa Belu, Way Maja II, Way Lalaan,
Desa Piabung, Way Tebu, Desa Purwodadi
|
Riau
|
Rantau Kasai, Bangun Purba Timur
Jaya, Sungai Napal, Menaming, Ujungbatu, Rokan, Batulangkah
|
Banten
|
S. Cisimeut, S. Ciujung, S. Cidikit, Cimandur, Cihara, Cileles, S.
Cilembar, S. Cibubgur, S. Ciliman, Cikapar, Teluk Naga, Curug, Cikupa, Pasir
Keris, Jatiuwung, Balaraja, Sepatan, Legok, Serpong, Ciputat, S. Ciujung, S. Cisadane,
G. Karang, G. Gede, Cimarga, Rajeg, Benda, Curug, Cipondoh
|
Jawa Barat
|
Lembang, Nanjung, Banjaran,
Cililin, Garut, Tarogong, Cileungsi, Cicurug, Cibatu, Cimalaka, Cibulu,
Cipeles, Tomo, Sinar Galih, Cikondang, Cimarta, Wirareja, Purwakarta, Pacing,
Kalimanti, S. Cisanggarung, S. Cilutung, S. Cisadane, Cibarusah, Toklet,
Cisereh, Sekitar kawasan sayap Gn. Galunggung, Cipatujah, Cianjur, Sukabumi, Bogor, Purwakarta,
Karawang, Subang, Tasikmalaya
|
Jawa Tengah
|
Bantar Kawung, Kaligung,
Sendang, Bantir, K. Pemali, K. Serayu, K. Patebon, K. Progo, Tegarejo, K.
Pabean, Mojosari, K. Jebol, Sungai Tajum, Logawa, Krukut, Banjaran
|
Jawa Timur
|
K. Perang, K. Bangkok, K. Lesti,
Pronojiwo, Petajun, Penanggal, Jaglo, K. Mujur, Padang Sari, K. Porong, K.
Bengawan Solo, K. Musir, K. Brantas, K. Gumbalo, K. Porong, K. Baru
|
Kalimantan Tengah
|
S. Kahayang, Tewah
|
Kalimantan Selatan
|
Beroyong, Pagar, Padang Batung,
S. Kentep, Binuang, S. Batang Alai
|
Kalimantan
Barat
|
Sungai Kelewai, Sungai Pinoh
bagian hulu, Desa Ambayo Selatan, Desa Keranji Panjang, Desa Anik, Desa Muara
Behe, Sungai Tayan, Sei Ilai
|
Bali
|
Gumaksa
|
Nusa
Tenggara Timur
|
Sungai Kadengar, Desa Kananggar,
Desa Hambautang
|
Sulawesi Tenggara
|
Ranomuto, S. Koneweha, Unaaha
|
Sulawesi Selatan
|
S. Minahasa, Babru, Mangassa,
Tompobulu, Logora, Bikeru, Labettang, Lembang Lohe Biroro, Bonto, Kanrung,
Bongki Batumimbalo, Biringere, Sungai Bone-Bone, Sungai Kanjiro, Sungai
Uraso, Mata air panas Pincara, Sungai Baliase, Sungai
Radda, Sungai Rongkong, Sungai Tomoni, Sungai Kalaena,
Sungai Singgeni, Sungai Bambalu,
|
Sulawesi Utara
|
Ratatotok, Donowudu, Marisa,
Lamilo, Bulantio
|
Sulawesi Barat
|
Tallu Banua, Pu Awang, Gentungan
|
Gorontalo
|
Leatu Utara, Sungai Paguyaman,
Sungai Bone, Sungai Bilonga, Sungai Bone, Muara Sungai Bilungala, Patilanggio
|
Maluku
|
S. Takoma,
Susupu, S. Sidangol, S. Loko, P. Seram
|
Maluku
Utara
|
Jiku Merasa, Batunuhan, Wae
Poti, Wae Nibe, Wae Sepait, Wae Tabi, Wamlana, Wae Mana, Wae Puda Liku Hoson,
Wae Mangi Fena Kute, Wae Ili Waha Wahi, Wae Langa Walnetata, Wae Bebek, Wae
Duma, Wae Apu, Wae Lata, Wae Kajeli, Wae Kawa, Wae Fana, Wae Hanua, Wae
Sapalewa, Wae Mala, Wae Kaputih, Wae Uli, Wae Hau, Wae Marina, Wae Ela, Wae
Sarisa, Wae Samu, Wae Hatu, Wae Mital, Wae Ira, Wae Ama, Wae Tala
|
Papua
|
Remu, Holmaffin, S. Woske, Sewan
|
Papua Barat
|
P. Waigeo, P. Batanta, P.
Salawati, Desa Aman, Distrik Timbuni, Distrik Maskona, Distrik Jagiro,
Distrik Bintuni, Distrik Bintuni
|
Sumber : Dari berbagai sumber
6.
Daftar Acuan
Atmawinata, S., H.Z. Habidin,
1991, Geologi Lembar Ujung Kulon, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi.
Bahar, N., Latif, N.A., 2002, Kusdarto, Arifin D., Inventarisasi Dan
Evaluasi Mineral Non Logam Di
Kabupaten Gorontalo Dan Boalemo Provinsi Gorontalo. Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Bates, R.L.,
1969, Geology of the Industrial Rocks and Minerals, Dover Pub. Inc.
Departemen
Pertambangan, 1969, Bahan Galian Indonesia.
Eneste, Pamusuk, 2009, Buku Pintar Penyuting
Naskah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Graha,
D.S., 1987, Batuan dan Mineral, PT. Nova, Bandung.
……......, 1994, Bahan
Galian Indonesia, Unpub.
…….....,
2003, Potensi Bahan Galian di Banten Selatan, Majalah Menara Banten, Banten.
.........., 2011, Kisi Kisi Pertambangan,
Unpub.
Halim,
S., Harahap, I.A., Sukmawan, 2005,
Inventarisasi Dan Evaluasi Mineral Non Logam Kabupaten Sumbawa Barat Dan
Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Halim, A.S., Muksin, I., Bakkara, J., 2006, Inventarisasi Dan Penyelidikan Mineral
Non Logam Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua.
Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Kaelani
M.S., Sutisna T., Muksin I., Kusumah T., Inventarisasi Dan
Evaluasi Mineral Non Logam di
Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan Dan Kabupaten Tulang
Bawang, Provinsi Lampung. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral,
Bandung.
Madjadipoera, T., 1990, Bahan Galian Industri Indonesia,
Direktorat Sumberdaya Mineral.
Priyono,
S., Labaik, G., Abdullah, S., Kusumah, T.T., Susilo,
H., Jajah, 2005, Inventarisasi Dan Evaluasi
Mineral Non Logam Daerah Kabupaten Sinjai
Dan Bone, Provinsi Sulawesi Selatan. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Priyono, S., Bahar,
N., Labaik, G., Mudjahar, Arifin, D., Susilo H., 2006, Inventarisasi Dan Evaluasi
Mineral Non Logam Di
Daerah Kabupaten Buru Dan Kabupaten Seram
Bagian Barat Provinsi Maluku Utara. Pusat Sumber Daya
Geologi, Bandung.
Priyono,
S., Labaik, G., Abdullah, S., Kusumah, T.T., Susilo,
H., Jajah, 2005, Inventarisasi Dan Evaluasi
Mineral Non Logam Daerah Kabupaten Sinjai
Dan Bone, Provinsi Sulawesi Selatan.
Provinsi Lampung Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Raja,
M., 2006, Inventarisasi Dan Evaluasi Bahan Galian Non Logam Daerah Kabupaten Nias Dan Nias Selatan. Provinsi
Sumatera Utara. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
……….,
2006, Inventarisasi dan Penyelidikan Bahan Galian Non Logam di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Irian Jaya Barat. Pusat Sumber Daya Geologi,
Bandung.
Rusmana, E., K. Suwitodirdjo,
Suharsono, 1991, Geologi Lembar Serang, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi.
Santosa, S., 1991, Geologi Lembar
Anyer, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Sanusi, B., 1984, Mengenal Hasil Tambang Indonesia, PT Bina
Aksara, Jakarta.
Sudana, D., S. Santosa, 1992, Geologi Lembar Cikarang, Jawa, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Sujatmiko, S. Santosa, 1992,
Geologi Lembar Leuwidamar, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Sukmawardany, R., Adrian, Z.,
Bahar, N., 2004, Inventarisasi
Dan Evaluasi Mineral Non Logam Di Daerah Kabupaten Majene Dan Mamuju Provinsi
Sulawesi Barat. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Supardan,
K.M., Sutandi, A., 2006, Inventarisasi Dan Evaluasi Bahan Galian Non Logam Di
Kabupaten Musi Rawas Dan Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Pusat
Sumber Daya Geologi, Bandung.
Supardan
K.M., Sukmawan, Sutandi A., 2006, Inventarisasi Dan Evaluasi Bahan Galian Non Logam Di Kabupaten Lampung
Tengah Dan Lampung Timur, Provinsi Lampung. Pusat Sumber Daya Geologi,
Bandung.
Standar :
Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A (Sk SNI-04-1989-F), Departemen Pekerjaan
Umum.
Turkandi, T., Sidarto, D.D.
Agustyanto, M.M. Purbo Hadiwidjojo, 1992, Geologi Lembar Jakarta dan Kepulauan
Seribu, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Yusuf A.F., Aswan I., Halim S., Inventarisasi Dan Penyelidikan Bahan Galian
Non Logam Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Zulfikar,
Zainith, A., Sulaeman, A.S., 2005, Inventarisasi Dan Evaluasi Mineral Non Logam
Kabupaten Rokan Hulu Dan Rokan Hilir, Provinsi Riau. Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Priyono, S., Latif, N.A., Tandjung, S.A.W.,
Inventarisasi Dan
Evaluasi Mineral Non Logam Di Kabupaten Pangkajene
Kepulauan Dan Kabupaten Barru, Provinsi
Sulawesi Selatan. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya
Mineral, Bandung.
Internet
http://www.aspindo-imsa.or.id/berita/Potensi dan Peluang
info sangat membantu
BalasHapusbang kalau bisa batu pecah untuk jalan kelas a,b, dan c juga.thx
Terima kasih pemahamanx
BalasHapus