Rabu, 17 Oktober 2012

BATUBARA


Batubara
   
Oleh :
Doddy Setia Graha

Alamat :
Jl. Tb Suwandi Ciracas
Mahar Regency E No. 6, Ciracas, Serang, BANTEN, 42116
HP 0817799567


SARI
Batubara  adalah salah satu bahan bakar dari fosil merupakan sumber utama dunia energi. Batubara merupakan sumber energi yang sangat kompleks dan beragam yang dapat sangat bervariasi, bahkan dalam deposit yang sama. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya berupa sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbonhidrogen dan oksigen.
Batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut. Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Pada umumnya pembentukan batubara di Indonesia terdapat pada Zaman Tersier (70-13 jtl). Berdasarkan umur tersebut dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu :
¨      Batubara Paleogen yang diendapkan sekitar 24 - 45 juta tahun yang lalu terdiri atas sub bituminous, bituminous dengan nilai kalori antara 6000 - 7000 Kcal/kg.
¨      Batubara Neogen pada 5 - 23 juta tahun yang lalu terdiri atas sub bituminous dan lignit dengan nilai kalori berkisar antara 4000 - 5000 Kcal/Kg.
Neraca batubara Indonesia menunjukan sumber daya batubara Indonesia  tahun 2005 adalah sebesar  64.480 milyar ton.
Batubara umumnya digunakan sebagai bahan bakar baik untuk angkutan seperti kereta api dan kapal laut, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), industri dan rumah tangga.

1.     Asal Mula Jadi
Batubara  adalah salah satu bahan bakar dari fosil merupakan salah satu sumber utama dunia energi. Batubara merupakan sumber energi yang sangat kompleks dan beragam yang dapat sangat bervariasi, bahkan dalam deposit yang sama.
Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya berupa sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbonhidrogen dan oksigen. Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu tumbuh-tumbuhan. Dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebal di atasnya sehingga tidak memungkinkan untuk terjadinya pelapukan. Lingkungan terbentuknya batubara adalah khusus sekali, dan harus memiliki banyak sekali tumbuhan sehingga kalau tumbuhan itu mati atau tumbang tertumpuk menjadi satu di tempat tersebut. Batubara merupakan hasil sedimentasi sisa tanaman air dan daratan yang terpendam di dalam tanah. Akumulasi bisa terjadi setempat atau dari daerah sekitarnya yang diangkut atau dihanyutkan oleh air sungai yang makin lama makin tebal. 
Perubahan keadaan geologi mengakibatkan adanya penimbunan oleh pasir dan tanah liat. Proses tersebut berulang kali terjadi sehingga terbentuk lapisan sisa tanaman yang diselang-seling oleh lapisan pasir dan tanah liat. Penimbunan di atas lapisan sisa tanaman yang terbentuk ditutupi lagi oleh lapaisan lain yang cukup tebal maka akan terjadi tekanan pada lapisan sisa tanaman. Dengan perjalanan waktu lapisan itu semangkin kompak dan padu. Proses tektonik yang menghasilkan gerakan-gerakan tertentu serta intrusi batuan beku akan terjadi perubahan fisik dan kimia pada lapisan sisa tanaman  yang terpendam tersebut diantaranya perpadatan, kadar air menjadi berkurang serta terjadinya gas-gas yang kemudian diserap ke dalam lapisan penutup. Lapisan sisa tanaman secara perlahan berubah menjadi batubara.
Perubahan keadaan terhadap lapisan sisa tanaman seperti intensitas tekanan, pemanasan, gangguan-gangguan  serta waktu yang diperlukan sangat menentukan terjadinya perubahan lapisan tersebut menjadi batubara. Klasifikasi batubara dapat dibagi menjadi peat, lignit, browncoal, bituminous coal, antrasit dan grafit. Untuk mengetahui kualitas batubara sangat ditentukan oleh jenis tanaman dan jumlah bahan pengotornya.
     Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara disebut dengan istilah pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:
a.        Tahap Diagenetik atau Biokimia
Dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.

b.       Tahap Malihan atau Geokimia
Meliputi proses perubahan di mulai dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batubara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batubara Miosen. Sebaliknya, endapan batubara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Ke dua umur endapan batubara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.

2.     Kelas dan Jenis
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu. Klasifikasi batubara ditentukan oleh beberapa sifat fisik dan kimianya, yaitu : Kadar air total (%ar), Kadar air inheren (%ad), Kadar abu (%ad), Zat terbang (%ad), Belerang (%ad), dan Nilai energi (kkal/kg)(ad).
Batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut. Jenis material tersebut memiliki sifat fisik sebagai berikut :
a.        Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
b.       Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
c.        Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
d.       Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
e.       Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

3.     Sumber Daya
Di Indonesia, batubara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batubara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batubara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).
Dari segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batubara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batubara.
Membakar batubara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed gratechain gratefluidized bedpulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.

4.     Umur dan Keterdapatan
Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi di bumi ini. Pada belahan bumi di luar Indonesia di mulai Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batubara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batubara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batubara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.
Pada umumnya pembentukan batubara di Indonesia terdapat pada Zaman Tersier (70-13 jtl). Berdasarkan umur tersebut dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu :
¨      Batubara Paleogen yang diendapkan sekitar 24 - 45 juta tahun yang lalu terdiri atas sub bituminous, bituminous dengan nilai kalori antara 6000 - 7000 Kcal/kg.
¨      Batubara Neogen pada 5 - 23 juta tahun yang lalu terdiri atas sub bituminous dan lignit dengan nilai kalori berkisar antara 4000 - 5000 Kcal/Kg.

5.     Penambangan
            Tahapan penambangan batubara dapat diawali dengan melakukan penyelidikan seperti pemetaan geologi untuk mengetahui keadaan serta kondisi lapisan yang mengandung batubara melalui singkapan batubara yang nampak. Pada singkapan tersebut dicatat kemiringan, arah dan tebalnya lapisan batubara juga lapisan lainnya untuk mengetahui nama batuan dan formasinya. Gejala geologi yang mempengaruhi diselidiki pula antara lain sesar, patahan, lipatan dan intrusi yang mungkin nampak. Besarnya cadangan yang ada dapat dilakukan dengan menggunakan pemboran di beberapa titik yang sudah diperkirakan.
            Apabila secara ekonomis menguntungkan maka usaha pertambangan dapat dilakukan berdasarkan sekala ekonomisnya. Cara penambangan dapat dilakukan dengan cara penambangan terbuka atau cara penambangan dalam. Hal tersebut sangat tergantung dari bentuk dan lokasi penyebaran lapisan batubara. Penambangan terbuka, usaha pertama yang dilakukan adalah membuka lapisan tanah yang menjadi pentup. Tanah ini dikupas dahulu dengan menggunakan alat bulldozer, power showel atau dragline. Sedangkan penambangan dalam dengan cara membuat sumuran atau terowongan dengan mengikuti penyebaran dan arah dari lapisan batubara. Kedalaman dari tambangan tertutup sangat tergantung dari penelusuran dari lapisan batubara tersebut.
Neraca batubara Indonesia menunjukan sumber daya batubara Indonesia  tahun 2005 adalah sebesar  64.480 milyar ton yang terdiri dari
¨      Kalori rendah <5100 kal/gr, adb 15.677,62 juta ton (24,32%)
¨      Kalori sedang 5100 – 6100 kal/gr, adb 37.550,12 juta ton (58,23%)
¨      Kalori tinggi 6100 – 7100 kal/gr, adb 10.554,64 juta ton (16,37 %)
¨      Kalori sangat tinggi >7100 kal/gr, adb 69.10 juta ton (1,08%)
Cadangan batubara Indonesia yang tercantum berdasarkan laporan beberapa perusahaan pemegang ijin usaha PKP2B adalah sebesar 9.010,13 juta ton sedangkan
produksi batubara yang terdaftar dan tercatat sejak tahun 2005 sampai 2009 terlihat selalu meningkat setiap tahunnya (Tabel 1).
              Tabel 1. Produksi  jenis bahan tambang batubara, 2005-2009
Jenis
Satuan
2005
2006
2007
2008
2009
Batubara
000 ton
149 665
162 295
178 790
188 717
208 006

6.     Bagaimana Membuat Batubara Bersih
Semua batubara mengandung unsur sulfur (S), sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di batubara, pada beberapa batubara yang ditemukan unsur sulfur berjumlah 3 sampai 10 % dari berat batubara. Beberapa batubara yang ditemukan mengandung sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat batubara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sebelum mencapai cerobong asap.
Satu cara untuk membersihkan batubara adalah dengan cara mudah memecah batubara ke bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di batubara disebut sebagai "pyritic sulfur" karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold” dapat dipisahkan dari batubara. Secara khusus pada proses satu kali, bongkahan batubara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air , batubara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian ini dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batubara dari pengotor-pengotornya.
Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batubara adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut "organic sulfur" dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur batubara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batubara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.
Agar batubara mempunyai nilai jual yang lebih mahal, hasil tambang tersebut harus diolah terlebih dahulu. Material batubara perlu dibersihkan, dipilih, dicuci dengan air agar tanah dan kotoran yang melekat dapat dihilangkan. Setelah itu batubara dikeringkan dan disortir berdasarkan jenisnya serta besarnya.

7.     Kegunaan
            Batubara umumnya digunakan sebagai bahan bakar baik untuk angkutan seperti kereta api dan kapal laut. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di berbagai daerah di Indonesia. Berbagai jenis industri yang banyak tersebar di Kabupaten/Kota menggunakan batubara sebagai sumber energi alternatifnya. Batubara pun telah digunakan untuk sekala rumah tangga dan industri rumah tangga, material batubara dirubah dalam bentuk kokas batubara serta dilengkapi dengan tungkunya sehingga dapat dipergunakan untuk memasak.
            Penggunaan batubara sebagian besar dipakai untuk energi sekitar 78 % sedangkan sisanya dipakai dalam menunjang industri logam seperti pig iron, baja, dan metalurgi. Selain itu batubara juga digunakan sebagai material tambahan pada industri karet sintetis, detergent, photografi, parfum, bahan peledak, obat-obatan dan masih banyak lagi.

8.     Penyebaran
Potensi sumberdaya batubara di Indonesia sangat melimpah (Tabel 2, 3, dan 4.) terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Banten, Jawa BaratJawa TengahPapua, dan Sulawesi.

Tabel 2. Lokasi Batubara
Provinsi
Lokasi
Riau
Desa Muara Silaya, Desa Lubuk Agung
Sumatera Selatan
Tanjunglubuk
Sumatera Utara
P. Nias (Desa Alooa, S. Muzoi),
Banten
Bayah, Bojongmanik, Cileles, Cimarga, Cihara, Darmasari, Bojong Manik, Cimandiri
Kalimantan Timur
Long Daliq, Balikpapan,  Desa Belwen, Desa Longnah, Desa Gemarbaru, Simenggaris, Longiram,  Mentawir, Paser  Penajam Utara  
Kalimantan Selatan
Blok Tempirak, Blok Sebamban  Pluran, Blok Satui Kintap, Blok Rantau, Blok Sebamban 
Sulawesi Barat
Bonehau,  Karataun
Nusa Tenggara Timur
Wangka, Riung,
Maluku Utara
Wai'ipa, Fuata, Sahu, Tabona
Maluku
S. Kobi, S. Ema
Papua
S. Stenkol, S. Musairo, Genyem, Onrof,
Papua Barat
Sorong
            Sumber : Dari berbagai sumber

http://psdg.bgl.esdm.go.id/images/cbm-tabel34.jpg

9.     Daftar Acuan

Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor  4  Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Keputusan Presiden
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Peraturan Menteri
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2008 tentang Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 24 Tahun 2009 tentang Panduan Penilaian Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Buku, Majalah, Peta
Amarullah, A., Ibnu, D., Suhada D.I., 2006, Inventarisasi Bitumen Padat Dengan A“Outcrop Drilling”  Daerah Muara Selaya, Provinsi Riau. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Asisten Deputi Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan, 2007, Panduan Penilaian AMDAL atau UKL/UPL untuk Kegiatan Pembangunan Perumahan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Cahyono, E.B., 2005, Inventarisasi dan Evaluasi Endapan Bitumen Padat Daerah Kabupaten Lampung Tengah dan  Kabupaten Lampung Utara Provinsi Lampung. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Departemen Pertambangan dan Energi, 1989, Buku Laporan Tahunan Pertambangan, Departemen Pertambangan dan Energi.
Dinarna, T.A., 2004,  Inventarisasi Dan Evaluasi  Endapan Batubara Kabupaten Bengkulu Utara Dan Kabupaten Bengkulu Selatan Propinsi Bengkulu. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.  
Direktoral Jenderal Minyak dan Gas Bumi, 2001, Data dan Informasi Minyak dan Gas Bumi 2001, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Eneste, Pamusuk, 2009, Buku Pintar Penyuting Naskah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fatimah, 2006, Survey Pendahuluan Bitumen Padat Daerah Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Graha, D.S., 1987, Batuan dan Mineral, PT. Nova, Bandung.
.........., 2011, Kisi Kisi Pertambangan, Unpub.
Fatimah, Basuki S., Tobing, R.L., 2005, Kajian Zonasi Daerah Potensi Batubara Untuk Tambang Dalam Provinsi Kalimantan Timur Bagian Utara. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Ibrahim, D., 2005, Survai Pendahuluan Batubara di Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
………., 2005, Survai Pendahuluan Bitumen Padat Daerah Bukit Susah Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Madjadipoera, T., 1990, Bahan Galian Industri Indonesia, Direktorat Sumberdaya Mineral.
Rahardjo, M., 2007, Memahami AMDAL, Graha Ilmu, Yogyakarta, 144 H.
Sanusi, B., 1984, Mengenal Hasil Tambang Indonesia, PT Bina Aksara, Jakarta.
 ….….., 1991, Hasil Tambang, Minyak dan Gas Bumi Indonesia, UI.
Subarnas, A., Tobing, R.L., 2006, Inventarisasi Endapan Batubara di daerah Marginal
Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
……….., 2006, Inventarisasi Endapan Batubara Di Kabupaten Nabire, Provinsi Papua. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung. 
Sukardi, 2002, Inventarisasi  Batubara Bersistim Di Daerah Tanjunglubuk Dan Sekitarnya Kabupaten Ogan Komeringilir Dan Kabupaten Ogan Komeringulu, Propinsi Sumatera Selatan. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Sumaatmadja, E. R., 2005, Survey   Pendahuluan   Batubara  Daerah   Longiram   dan  Mentawir  Kabupaten  Kutai  Barat  dan  Paser Penajam  Utara   Provinsi   Kalimantan  Timur. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.  
..…….., 2006, Kajian Potensi Gas Methan Dalam Batubara Di Cekungan Barito Provinsi  Kalimantan Selatan. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
………., 2006, Penyusunan Neraca Batubara dan Gambut. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Sumaatmadja, E. R., Napitupulu, D., 2006, Inventarisasi Endapan Batubara Marginal
Di Daerah Long Daliq, Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur.
. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Sumarna, N., Kartasumantri, 2006, Inventarisasi Batubara Bersistem Di Daerah Mekarbaru Dan Sekitarnya,  Kec. Muara Ancalong dan Kec. Busang Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Suryana, A., 2005, Inventarisasi Endapan Bitumen Padat dengan Outcrop Drilling di Daerah Kulisusu dan Sekitarnya Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
.…..., 2006, Inventarisasi Endapan Bitumen Padat Dengan Outcrop Drilling 
Di Daerah Sungai Rumbia Dan Sekitarnya Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.
Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Tarsis, A. D., 2006, Inventarisasi Batubara Di Daerah Kabupaten Jayapura Provinsi Papua. w Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
.…..., 2006, Inventarisasi Batubara Di Daerah Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Tjahjono, E., 2004, Survey Pendahuluan Bitumen Padat di Daerah Sendangharjo Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Tobing, S.M., 2004, Inventarisasi Bitumen Padat di Daerah Sampolawa, Kabupaten Buton, Propinsi Sulawesi Tenggara. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
………., 2006, Inventarisasi  Kandungan Minyak Dalam Bitumen Padat Daerah Padanglawas, Kabupaten Dharmasraya,  Provinsi Sumatra Barat. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Triono, U., 2005, Inventarisasi Batubara Marginal di Daerah Simenggaris Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.  

Internet 
http://www.mii.org
pusatpanduan.com/pdf/konsep-pengelolaan-tambang-berbasis-lingkungan-htmmusi-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar