Penamaan
Oleh : Doddy Setia Graha
Berbeda dengan batuan
beku yang penamaannya berasal dari nama tempat atau mineralogi, penamaan batuan
malihan lebih banyak menunjukan pada ciri struktur dan mineralogi.
Di sini perlu diingat
pada mulanya ialah beberapa kelompok dasar, sedangkan pada tahap berikutnya
dimana perlu dibubuhkan mineral kristisnya atau akhiran tertentu seperti meta
atau ortho atau para yang ditulis dengan tanda hubung. Akhiran meta dipakai
bila tekstur batuan asal yang sepesifik masih tersimpan, sehingga nama batuan
memakai nama batuan asal ditambah kata meta, seperti gabro-meta dan sebagainya.
Beberapa batuan malihan
tanpa tekstur foliasi, sebagai berikut :
a.
Hornfel (batutanduk)
Batuan ini terbentuk
dalam bagian dalam daerah kontak sekitar tubuh batuan beku. Pada umumnya
merupakan rekristalisasi batuan asalnya, tak ada foliasi tetapi batuan halus
dan padat.
b.
Kuarsit
Batuan ini adalah
terdiri dari kuarsa yang terpadatkan atau disementasi oleh silika kristalin,
merupakan batuan yang kompak, membelah melalui butiran kuarsa tanpa foliasi.
Terjadi karena malihan regional dari batupasir kuarsa pada semua derajat
malihan.
c.
Marmer
Marmer terdiri dari
mineral kalsit, terjadi proses malihan regional atau rekristalisasi dari
batugamping. Batuan ini padat, kompak tanpa foliasi, terbentuk karena kontak.
Beberapa batuan malihan
berfoliasi adalah hasil malihan regional. Urutan-urutan macam batuan di bawah
ini sedikit banyak merefleksikan derajat malihanisme, yaitu :
a.
Sabak (slate)
Peralihan dari sedimen
yang berubah ke metamorfik, pada derajat metamorfosa rendah dari lempung.
Sangat halus dan keras, memperlihatkan belahan-belahan yang rapat dimana mulai
terdapat daun-daun mika halus, memberikan warna/kilap, juga klorit dan kuarsa
mulai ada.
b.
Filit (phyllite)
Derajat metamorfosa
lebih tinggi dari pada sabak, dimana daun-daun mika dan klorit sudah cukup
besar, dan memberikan belahan filit yang khas, berkilap sutera pada
pecahan-pecahan. Mulai terdapat mineral lain, seperti turmalin.
c.
Sekis (schist)
Batuan yang paling umum yang dihasilkan
metamorfosa regional, sangat khas adalah kepingan-kepingan yang jelas dari
mineral-mineral pelat, seperti mika, talk, klorit, hematit dan mineral-mineral
yang bersifat serabut. Juga mengandung mineral feldspar, augit, horonblende,
garnet, epidot. Tergantung dari batuan asal (lempung, basal, gamping) dan
berbagai macam sekis terjadi dan dinamakan menurut mineral yang terjadi.
d.
Amfibolit (amphibolite)
Sama dengan sekis
horonblende, tetapi foliasi tak berkembang baik. Hasil dari metamorfosa
regional batuan basal atau gabro (gang, sil, stok, ) berwarna kelabu, hijau,
atau hitam dan mengandung mineral-mineral epidot, augit hijau, biotit dan
almandin.
e.
Gneis
Mewakili metamorfosa
regional derajat tinggi, berbutir kasar, mempunyai sifat banded karena
gneissosity. Terdiri dari mineral-mineral yang mengingatkan kepada batuan beku
seperti kuarsa, feldspar dan mineral mafik, jalur dengan mineral-mineral pelat
atau serabut seperti klorit, mika, horonblende, kianit, staurolit, silimanit
dan wolastonit. Batuan ini dapat berasal dari batuan beku seperti granit, gabro
atau diorit, ataupun batuan sedimen seperti serpih, dan napal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar