Senin, 25 Juni 2012

Batuan Malihan, Nama


Penamaan 

Oleh : Doddy Setia Graha


Berbeda dengan batuan beku yang penamaannya berasal dari nama tempat atau mineralogi, penamaan batuan malihan lebih banyak menunjukan pada ciri struktur dan mineralogi.
Di sini perlu diingat pada mulanya ialah beberapa kelompok dasar, sedangkan pada tahap berikutnya dimana perlu dibubuhkan mineral kristisnya atau akhiran tertentu seperti meta atau ortho atau para yang ditulis dengan tanda hubung. Akhiran meta dipakai bila tekstur batuan asal yang sepesifik masih tersimpan, sehingga nama batuan memakai nama batuan asal ditambah kata meta, seperti gabro-meta dan sebagainya.
Beberapa batuan malihan tanpa tekstur foliasi, sebagai berikut :

a.      Hornfel (batutanduk)
Batuan ini terbentuk dalam bagian dalam daerah kontak sekitar tubuh batuan beku. Pada umumnya merupakan rekristalisasi batuan asalnya, tak ada foliasi tetapi batuan halus dan padat.

b.      Kuarsit
Batuan ini adalah terdiri dari kuarsa yang terpadatkan atau disementasi oleh silika kristalin, merupakan batuan yang kompak, membelah melalui butiran kuarsa tanpa foliasi. Terjadi karena malihan regional dari batupasir kuarsa pada semua derajat malihan.

c.       Marmer
Marmer terdiri dari mineral kalsit, terjadi proses malihan regional atau rekristalisasi dari batugamping. Batuan ini padat, kompak tanpa foliasi, terbentuk karena kontak.
Beberapa batuan malihan berfoliasi adalah hasil malihan regional. Urutan-urutan macam batuan di bawah ini sedikit banyak merefleksikan derajat malihanisme, yaitu :

a.      Sabak (slate)
Peralihan dari sedimen yang berubah ke metamorfik, pada derajat metamorfosa rendah dari lempung. Sangat halus dan keras, memperlihatkan belahan-belahan yang rapat dimana mulai terdapat daun-daun mika halus, memberikan warna/kilap, juga klorit dan kuarsa mulai ada.


b.      Filit (phyllite)
Derajat metamorfosa lebih tinggi dari pada sabak, dimana daun-daun mika dan klorit sudah cukup besar, dan memberikan belahan filit yang khas, berkilap sutera pada pecahan-pecahan. Mulai terdapat mineral lain, seperti turmalin.

c.       Sekis (schist)
Batuan yang paling umum yang dihasilkan metamorfosa regional, sangat khas adalah kepingan-kepingan yang jelas dari mineral-mineral pelat, seperti mika, talk, klorit, hematit dan mineral-mineral yang bersifat serabut. Juga mengandung mineral feldspar, augit, horonblende, garnet, epidot. Tergantung dari batuan asal (lempung, basal, gamping) dan berbagai macam sekis terjadi dan dinamakan menurut mineral yang terjadi.

d.      Amfibolit (amphibolite)
Sama dengan sekis horonblende, tetapi foliasi tak berkembang baik. Hasil dari metamorfosa regional batuan basal atau gabro (gang, sil, stok, ) berwarna kelabu, hijau, atau hitam dan mengandung mineral-mineral epidot, augit hijau, biotit dan almandin.

e.       Gneis
Mewakili metamorfosa regional derajat tinggi, berbutir kasar, mempunyai sifat banded karena gneissosity. Terdiri dari mineral-mineral yang mengingatkan kepada batuan beku seperti kuarsa, feldspar dan mineral mafik, jalur dengan mineral-mineral pelat atau serabut seperti klorit, mika, horonblende, kianit, staurolit, silimanit dan wolastonit. Batuan ini dapat berasal dari batuan beku seperti granit, gabro atau diorit, ataupun batuan sedimen seperti serpih, dan napal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar